Jumat, 28 Mei 2010

Matematika Bukan Mati-matian, Matematikaku Bukan Mate Mati Kaku

Ngomong matematika mungkin bagi ibarat membicarakan sebuah “monster” yang menakutkan, lho… kok bisa?????….
Coba kita lihat pada sebagian besar murid kita ( artinya bukan pada semua murid kita)???….
Matematika ibarat “Momok” dan bahkan boleh di bilang matapelajaran yang amat berat dan sulit, bahkan ada plesetan “MATEMATIKA ADALAH MATI-MATIAN”; terus apa hubungannya?…
Yang jelas ada sebagian siswa menganggap belajar matematika harus dengan berjuang mati-matian dengan kata lain harus belajar ekstra keras. Hal ini menjadikan matematika laksana “Moster” yang mesti di takuti dan malas untuk mempelajari. Apalagi dengan dijadikannya matematika sebagai salah satu diantara mata pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional yang merupakan syarat bagi kelulusan siswa-siswa SMP maupun SMA, ketakutan siswapun semakin bertambah.
Akibat begitu besarnya persepsi negatif terhadap matematika, perlu kiranya kita sebagai guru yang mengajar matematik melakukan upaya yang dapat membuat proses belajar mengajar bermakna dan menyenagkan. Berikut ini adalah beberapa pemikiran untuk mengurangi ketakutan atau persepsi negatif terhadap matematika.
1. Kemaslah pembelajaran matematika yang berorientasi dunia sekeliling (Realistic Matematic Education).
RME yaitu dengan mengaitkan dan melibtkan lingkungan sekitar, pengalaman real yang pernah dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari,serta menjadikan matematika sebagai aktivitas siswa. Dengan pendekatan RME siswa tidak hanya dibawa ke dunia nyata (real world), tetapi berhubungan dengan masalah situasi nyata yang ada dalam pikiran sisw. Jadi siswa diajak berpikir bagaimana menyelesaikan masalah yang mungkin atau sering dialami siswa dalam keseharian siswa.
2. Berikan kebebasan bergerak siswa dengan out door mathematics.
Kalau pembelaran selama ini selalu dilaksnakan di ruang kelas, dimana siswa kurang bebas bergerak, cobalah variasi strategi pembelajaran yang berhubungan dengan kehidupan dan lingkungan sekitar sekolah secara langsung, sekaligus menggunakannya sebagai sumber belajar. Banyak hal yang bisa kita jadikan sumber belajar matematika, yang penting pilihlah topik yang sesuai, misalnya mengukur tinggi pohon, megukur lebar pohon, mengukur tinggi layang-layang dan lain sebagainya.
3. Tuntaskanlah dalam mengajar.
Ada keyakinan sebagian filosof dan pakar pendidikan bahwa “ siswa lebih baik memapelajari sedikit materi sampai matang (tuntas)daripada belajar banyak namun dangkal. Meski dengan seabrek tuntutan pencapaian target kurikulum sampai daya serap namun dengan alokasi waktu yang terbatas. Jadi guru harus memberanikan diri menuntaskan siswa dalam belajar sebelum ke materi selanjutnya kareana hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi miskonsepsi yang akan membelenggu siswa dalam belajar matematika.
4. belajar sambil bermain.
Kebanykan siswa, belajar mateamatika merupakan beban berat dan membosankan, jadinya siswa kurang greget dan termotivasi, cepat bosan, dan lelah. Adapun beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal diatas dengan melakukan inovasi pembelajaran. Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain; memberikan kuis atau teka-teki yang harus ditebak baik secara berkelompok ataupun individu, membuat puisi matematika dan mendeklamasikannya di depan kelas secara bergantian, memberikan permainan kelas suatu bilangan dan sebagainya tergantung kreativitas guru.
5. sinergisitas hubungan guru, siswa dan orangtua.
Tuntutan orang tua agar anak mereka mendapat nilai yang memuaskan jika tidak diimbangi dengan pengertian dan bimbingan akan menjadi beban tersendiri. Diakui atau tidak, banyak orang tua sekarang kurang memperhatikan perkembangan dan kesulitan belajar anak disekolah. Orang tua tidak mau tahu perkembangan belajar anak-anaknya, yang penting nilainya bagus. Keinginan orang tua seperti itu sebenarnya di sadari atau tidak telah memperberat siswa dalam belajar. Oleh karena itusinergisitas hubungan guru-siswa disekolah, orangtua-anak dan anak dirumah, dan orang tua-guru diberbagaia kesemapatan dinas maupun pribadi perlu ditingkatkan. Orang tua memantau kesulitan belajar anaknya dengan cara berkonsultasi secara rutin baik secara kedinasan maupun pribadi. Sebaliknya guru menginformasikan perkembangan siswa yang sebenarnya kepada orang-tua.
Jadi perlu disadari oleh semua pihak, agar siswa berkembang secara optimal dalam belajar matematika perlu upaya untuk mengeleminasi persepsi segatif dan perasaan takut terhadap matematika, sehingga matematika tetap MATEMATIKA, BUKAN “MATI-MATIAN”

1 komentar: